Sabtu, 17 Juli 2010

Skripsiku

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak mendasar bagi setiap manusia dan merupakan salah satu yang sangat besar nilainya dalam pembangunan sumber daya manusia. Sehat merupakan investasi untuk hidup sehari-hari dengan produktif, tanpa kesehatan yang memadai manusia tidak akan mampu berkarya secara optimal. Kesehatan yang dimaksudkan lebih merujuk pada kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang kemudian akan memberikan ketenteraman hidup

Tercapainya kesehatan adalah hasil yang diupayakan melalui metode pemeliharaan kesehatan yang melibatkan upaya pencegahan dan penaggulangan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, perawatan dan pengobatan. Salah satu yang menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Dan perilaku merupakan manifestasi dari pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan kesehatan adalah proses membuat seseorang dapat bertindak secara sendiri atau kolektif untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal- hal yang mempengaruhi kesehatan, baik pribadinya maupun orang lain.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia,pemerintah dan swasta bersama-sama. Adanya infeksi atau penyakit akan memberikan gangguan terhadap kesehatan, salah satu penyakit yang sangat berbahaya dan memberikan ancaman serius terhadap kesehatan adalah HIV ( Human Immunodeficiency Virus )/ AIDS ( acquired Immune Deficiency Syndrome)

Istilah AIDS secara resmi diterima dan digunakan oleh CDC (center for disease control ) / pusat penanggulangan penyakit di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat mulai 14 september 1982. ( BKKBN : 10)

Menurut data dari UNAIDS ( Unit Nasional AIDS ) hingga akhir desember 2008 jumlah orang yang hidup dengan HIV adalah sebanyak 33.400.000 orang dengan persentase, usia dewasa tercatat sebanyak 31.300.000, terbagi atas 15.700.000 orang adalah jenis kelamin perempuan sedangkan 15.600.00 orang adalah laki- laki. Dan 2.100.000 orang adalah anak dibawah usia 15 tahun. Dari angka yang sangat banyak tersebut 2.700.000 orang adalah pengidam HIV yang baru terinfeksi pada tahun 2008, dengan persentase usia dewasa sebanyak 2.300.000 orang dan anak usia dibawah 15 tahun sebanyak 430.000 orang. HIV akan menyebabkan AIDS dan akhir dari keparahan penyakit tersebuat adalah mati. Kematian terkait AIDS pada tahun 2008 adalah sebanyak 2.000.000 orang. 1.700.000 orang adalah usia dewasa dan 300.000 orang adalah usia dibawah 15 tahun. Angka tertinggi terjadi pada sub- sahara afrika, yaitu sebanyak 22.400.000 orang, penderita baik dewasa maupun anak- anak sedangkan penderita HIV baru adalah sebanyak 1.900.000 orang. Dari angka tersebut 1.400.000 orang mengalami kematian. Selanjutnya adalah asia tenggara dan selatan, dengan jumlah kasus sebanyak 3.800.000 orang dewasa maupun anak- anak sedangkan penderita HIV baru adalah sebanyak 280.000 orang. Kematian orang dewasa dan anak- anak adalah sebanyak 270.000 orang. Angka tertinggi ketiga adalah amerika latin, dengan jumlah penderita dewasa dan anak- anak sebanyak 2.000.000 orang. Penderita baru sebanyak 170.000 orang. Dan angka kematian sebanyak 77.000 orang. Jumlah orang yang hidup dengan virus pada tahun 2008 lebih dari 20 % lebih tinggi dari jumlah tahun 2000 dan tiga kali lipat dari tahun- tahun sebelumnya. Dengan kata lain bahwa kasus HIV/ AIDS terus meningkat seiring terus bergantinya tahun. (http://data.unaids.org )

Dari pusat komunikasi publik department kesehatan republik Indonesia. Jumlah kasus HIV positif kumulatif berdasarkan layanan VCT sampai 30 November 2009 sebanyak 34257 kasus dengan positive rate rata-rata 10,8%. Kasus baru HIV positif pada triwulan keempat tahun 2009 adalah 5997 orang. Secara kumulatif jumlah kasus HIV positif terbanyak dilaporkan dari Propinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 7766 orang, disusul Jawa Timur sebanyak 4553 orang, Jawa Barat sebanyak 3077 orang, Sumatera Utara sebanyak 2783 orang, dan Kalimantan Barat sebanyak 1914 orang. Jumlah infeksi HIV pada layanan VCT berdasarkan kelompok risiko sampai 30 Juni 2009 terbanyak pada pengguna napza suntik/penasun (52,18%), kelompok waria (25,89%), dan pasangan risiko tinggi (15,83%). Sedangkan menurut kelompok umur, infeksi HIV terbanyak pada kelompok umur 30-39 tahun (16,49%), disusul umur 20-29 tahun (15,41%), dan umur kurang dari 1 tahun (13,61%). Sedangkan AIDS Sampai 31 Desember 2009 jumlah kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Selama periode Oktober sampai Desember 2009 kasus AIDS bertambah 1531 kasus. Sehingga kasus AIDS di Indonesia selama tahun 2009 (Januari- Desember) sebanyak 3863 kasus. Sedangkan proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal adalah 3846 (19,3%). Berdasarkan Propinsi yang melaporkan, kasus AIDS terbanyak di Jawa Barat yaitu sebanyak 3598 orang, berikutnya Jawa Timur sebanyak 3227 orang, DKI Jakarta sebanyak 2828 orang, Papua sebanyak 2808 orang, Bali sebanyak 1615 orang, Kalimantan Barat sebanyak 794 orang, Jawa Tengah sebanyak 717 orang, Sulawesi Selatan sebanyak 591 orang, Sumatera Utara sebanyak 485 orang, Riau sebanyak 475 orang, dan Kepulauan Riau sebanyak 333 orang. Kasus AIDS terbanyak pada pengguna Napza suntik di 5 Propinsi adalah Jawa Barat 2628 (73%), DKI Jakarta 2002 (70,8%), Jawa Timur 1022 (31,7%), Bali 261 (16,2%), dan Sumatera Barat 224 (67%). (http://www.depkes.go.id )

Dari data KPA Sulawesi Selatan 1994- 2006, menyebutkan, penderita HIV/ AIDS secara keseluruhan di provinsi berpenduduk sekitar 7,5 juta jiwa ini mencapai sekitar 1.232 orang yang terdiri atas penderita HIV sebanyak 919 orang dan AIDS 313 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.109 penderita HIV/ AIDS ditemukan di Kota Makassar, Wajo sebanyak 15 orang, Maros sebanyak 14 orang, takalar sebanyak 13 orang, tanah toraja sebanyak 11 orang, Pangkep sebayak 6 orang, Barru sebayak 5 orang, Selayar sebanyak 4 orang, Bone sebayak 4 orang dan di Parepare terdeteksi tiga penderita HIV/ AIDS. Sedangkan jumlah penderita di Soppeng, Bantaeng, Pinrang dan Gowa sebanyak 15 orang serta 20 penderita lainnya terdeteksi di Palopo, Luwu utara, Lutim, Luwu, Enrekang, Sinjai, Bulukumba danJeneponto. Dari jumlah tersebut, ditaksir sudah ratusan penderita yang meninggal dunia namun tidak terdata.

Dari uraian data tersebut tergambar betapa banyaknya manusia yang terinfeksi virus HIV dan betapa banyaknya manusia yang mengalami kematian dengan kejadian AIDS. Kenyataan tersebut seharusnya memberikan kesadaran tentang bahaya HIV/ AIDS. Angka yang terus meningkat seiring perjalan waktu menandakan tidak maksimalnya upaya pencegahan yang telah dilakukan sebagai wujud tanggungjawab bersama. Pengetahuan yang kurang tentang HIV/ AIDS juga turut mempengaruhi peningkatan angka penderita HIV/ AIDS, sebagaimana didefinisikan bahwa Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.

Pencegahan adalah solusi atas semakin meningkatnya jumlah penderita HIV/ AIDS dengan mengarahkan pada sasaran pencegahan yang tepat. Dari data yang disampaikan oleh dinas kesehatan republik Indonesia bahwa kejadian HIV pada kelompok umur 30-39 tahun (16,49%) dan umur 20-29 tahun (15,41%). Sasaran yang tepat dalam upaya pencegahan terjadinya HIV/ AIDS demi penurunan laju angka kejadian HIV/ AIDS adalah kelompok usia 15- 20 tahun, dengan kata adalah mereka yang berada pada usia sekolah menengah atas ( SMA)

Menurut Rousseau Usia 15- 20 tahun merupakan puncak perkembangan emosi, mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. gejala lain yang timbul dalam tahap ini adalah bangkitnya dorongan seks. ( sarlito W. sarwono : 28 )

Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat. Kondisi ekternal dan internal yang sama- sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja lebih rawan dari pada tahap- tahap yang lain dalam perkembangan jiwa manusia. (sarlito W. sarwono : 280 )

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh W.R. Mitic terhadap sejumlah pelajar di south Ontario, Amerika Serikat, masalah hubungan antara harga diri dan kebiasaan minum minuman beralkohol didapatkan kesimpulan bahwa pelajar dengan harga diri kelewat tinggi bisa terjebak pada penggunaan alcohol dan obat terlarang. (sarlito W. sarwono : 268 )

Rawannya remaja dalam menggunaan Alkohol dan obat terlarang adalah sesuatu hal yang perlu difikirkan karena penggunaan obat terlarang menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab seseorang akan terinfeksi HIV/ AIDS, yaitu dengan pemakaian jarum sunting yang bergantian.

Pendidikan sekolah menengah atas ( SMA ) akan memberikan banyak informasi akan tetapi tidak secara mutlak juga demikian dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS, sedangkan pengetahun pencegahan HIV/ AIDS memilki peranan.

Ketidak pastian akan pengetahuan siswa SMA mengenai seluk beluk HIV/ AIDS terutama SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep yang menjadi landasan keinginan penulis untuk melakukan penelitian pengetahuan siswa SMA tentang pencegahan HIV/AIDS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, diperoleh permasalahan yaitu

Bagaimana gambaran pengetahuan siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep tentang pencegahan HIV/ AIDS

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pengetahuan siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep tentang pencegahan HIV/ AIDS.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Tujuan yang diperoleh oleh peneliti adalah dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pencegahan HIV/ AIDS

2. Bagi institusi pendidikan

Manfaat penelitian bagi institusi pendidikan adalah sebagai sumber informasi dan menambah khasanah wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya

3. Bagi tempat penelitian

Memberikan informasi kepada tempat penelitian dalam hal ini adalah SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep tentang gambaran pengetahuan siswa sekolah tersebut mengenai pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS.

4. Bagi ilmu pengetahuan

Manfaat penelitian ini adalah menjadi tambahan dalam perkembangan pengetahuan dan bagi siapa saja yang membaca.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum variabel

1. Tinjauan HIV/ AIDS

Kehidupan bukan sekedar hadir ditengah masyarakat, Negara atau dunia. Kehidupan bukan sekedar makan, bekerja, bercinta, berpolitik, mengeksploitasi alam, memenjarakan manusia, korupsi, kolusi, berperang dan seterusnya. Tetapi pada tataran yang paling dasar, kehidupan juga adalah suatu kenyataan adanya sel tubuh yang masih hidup, menjalankan fungsinya memelihara badan kita. Ketika sel tubuh kita berhenti berfungsi, selesailah kehidupan itu. Itulah kematian. ( Syaiful W. Harahap : Xiii)

Penyebab kematian dapat berupa kegagalan fungsi jantung dengan tersumbatnya aliran darah seperti yang dialami banyak elit. Atau kekurangan cairan tubuh seperti yang dialami bayi muntaber atau pengelana di gurun. Atau kedinginan seperti yang dialami pendaki gunung yang perkasa. Atau kegagalan organis lainnya akibat usia tua. ( Syaiful W. Harahap : Xiii )

Apapun penyebab kematian, semuanya dapat dikembalikan kepada inti kehidupan, yaitu sel yang expired alias berakhir masa hidupnya. Lalu sekarang fenomena HIV/ AIDS mengingatkan kita pada virus. Kita disadarkan tentang sel- sel manusia yang digerogoti oleh virus, sampai pada akhirnya berakhir. ( Syaful W. Harahap : Xiii )

Masalah kesehatan yang paling menonjol dalam dekade terakhir adalah infeksi HIV AIDS. ( BKKBN : 10 )

a. Defenis HIV/ AIDS menurut beberapa penulis buku, adalah sebagai berikut :

1) AIDS merupakan kumpulan gejala- gejala penyakit yang diidap seseorang yang sudah terinfeksi HIV. ( Syaiful W. Harahap )

2) Sindrom imunodefisiensi didapat ( AIDS ) adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya system imun dan, bagi banyak penderita, kematian dalam 10 tahun setelah diagnosis. ( Elizabeth J. Corwin : 169 )

3) AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh manusia yang disebut HIV. ( Ditjen PPM & PLP Depkes RI, 1995b: 1 dalam Mundiharno : 9 )

4) Acquired berarti didapat dengan pengertian bukan diturunkan atau penyakit turunan. Immuno adalah kekebalan tubuh untuk mengantisipasi adanya serangan mikroorganisme dari luar tubuh, sedangkan Deficiency berarti penurunan dari keadaan yang normal dan syndrome maksudnya adalah serangkaian tanda dan gejala yang terjadi akibat suatu serangan penyakit. Sehingga AIDS dapat dikatakan suatu syndrome atau kumpulan tanda/ gejala yang terjadi akibat adanya penurunan daya kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/ terinfeksi, bukan karena diturunkan atau dibawah sejak lahir. ( BKKBN : 10 )

5) Sindrom immunodefisiensi yang didapat ( AIDS ) diartikan sebagi bentuk paling berat dari keadaan sakit terus- menerus yang berkaitan dengan infeksi HIV. ( Suzanne C. smeltzer : 1715 )

6) Suatu infeksi atau oleh salah satu atau kedua jenis HIV yang secara progresif merusak sel- sel darah putih yang disebut limfosit menyebabkan AIDS dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. ( Ratna mahdiana : 199 )

b. Etiologi AIDS

Mungkin orang merasa perlu mencari tahu penyebab tubuh dihinggapi virus dan sel kehilangan daya melawannya. Penyebab ini bisa dicari dari faktor- faktor sosial. Tetapi jika dikembalikan kepada fenomena yang sejati, kita tidak menghadapi ranah sosial, tetapi ranah biologis. ( syaiful W. harahap : xiv )

Tidak mengherankan, setelah gejala penyakit baru dan mematikan diidentifikasi dunia kedokteran dengan segera mulai bekerja keras untuk mencari penyebab AIDS. Pada tahun 1983 Luc montagnier, seorang ilmuwan di institusi Pasteur, Paris, Prancis berhasil mengisolasi virus pada darah seorang penderita dengan gejala limfadenopati ( persistent generalized lymphadenopathy / PGL ). Virus itu kemudian disebut Montagnier sebagai lymphadenopathy Associated Virus ( LAV ). Roberto Gallo, ilmuwan di National Institute of healt ( NIH ), Bethesda, Amerika Serikat, dan rekan- rekannya berhasil pula menemukan virus penyebab AIDS yang disebutnya Human T- cell Lymphotropic Virus type III ( HTLV- 3 ). Jay Levy dan kawan- kawan pada tahun 1984 di San Francisco, Amerika Serikat yang juga meneliti penderita- penderita menemukan AIDS related virus atau ARV. Penelitian selanjutnya menunjukkan kesamaan ketiga virus ini, yaitu LAV, HTLV- 3 dan ARV. Badan kesehatan sedunia ( WHO ) kemudian mengajukan nama HIV sebagai terminology yang disepakati pada pertemuan international committee on taxonomy viruses ( 1986 ). ( Syaiful W. Harahap : 20- 21 )

Agaknya kedengaran aneh bahwa masih ada keragu- raguan mengenai penyebab AIDS yang pasti. Tetapi memang benar bahwa sebagi ahli biologi dan sejumlah peneliti lainnya percaya bahwa AIDS mempunya dasar penyebab yang berbeda sama sekali. Pete H. duesberg, seorang biologi dari university of California di Berkeley menganggap bahwa ada faktor selain HIV, misalnya pemakaian obat- obatan yang membuat sistem imun menjadi ambruk. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 41 )

Fisiolog Robert root Bernstein juga mempunyai penderian sendiri tentang asumsi bahwa HIV menyebabkan AIDS. Dalam bukunya ‘ rethinking AIDS ‘root Bernstein mengakui bahwa HIV memang berperan dalam timbulnya AIDS tetapi tidak dapat menimbulkan AIDS dengan sendirian. HIV memang dibutuhkan ( necessary ) untuk terjadinya AIDS, tetapi tidak cukup ( sufficient ). Sebagai bukti atas pandangan ini, root Bernstein menunjukkan bahwa sebagian orang lebih peka terhadap infeksi HIV dan AIDS dibandingkan dengan orang lain. system imun seseorang menjadi lemah akibat faktor- faktor seperti penyalagunaan obat- obatan yang kronik, infeksi jamak dari berbagai sumber termasuk penyakit menular kelamin, transfusi darah atau infus dari faktor- faktor pembeku darah. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 41- 42 )

Ada bahayanya asumsi root Bernstein yakni seseorang dapat dapat menganggap bahwa jika dia merasa sehat maka tidak ada kemungkinan untuk memperoleh AIDS sekalipun tertular HIV.

Sebagai kesimpulan terakhir, kalangan medis umunya sepakat bahwa HIV adalah penyebab AIDS. Hanya beberapa kasus yang gejalanya menyerupai AIDS ditemukan di seluruh dunia dimana penderitanya tidak tertular HIV. Dapat dipastikan bahwa kurang lebih 99 % dari orang tertular HIV akan berkelanjutan menjadi AIDS. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 43 )

c. Struktur Genomik HIV

HIV merupakan suatu virus RNA bentuk sferis dengan diameter 1000 angstrom. ( Aru W. Sudoyo : 272 )

HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam family retroviridae, subfamily lentivirinae, genus lantivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb ( kilobases ). ( Nasronudin : 1 )

Retrovirus adalah suatu virus RNA yang bisa membuat DNA dari RNA dengan pertolongan enzin reverse transcriptase. ( Syaiful W. Harahap : 19 )

RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Dikelilingi oleh kapsid selubung virus ( envelope ). Selubung virus terdiri atas dua lapisan membran lipid. Masing- masing subunit selubung virus terdiri atas dua non- kovalen rangkaian protein membran glycoprotein 120 ( gp 120 ), protein membran luar dan glycoprotein 41 ( gp 41 ). (Nasronudin :1)

Struktur gp120 sendiri terdiri atas bagian yang tidak stabil yang menentukan antigenitas disebut ( V ) dan yang stabil disebut ( C ). Fungsi selubung lebih ditentukan oleh region V terutama V3, sehingga memungkinkan berinteraksi dengan reseptor dan ko- reseptor pada permukaan sel host. Secara morfologik HIV berbentuk bulat dan terdiri atas bagian inti ( core ) dan selubung ( envelope ). Inti dari virus terdiri atas suatu protein sedangkan selubungnya terdiri atas suatu glikoprotein. Protein dari inti terdiri atas genom RNA dan suatu enzin yang dapat mengubah RNA menjadi DNA pada waktu replikasi virus yang disebut enzin reverse transcriptase. (Nasronudin : 1- 2 )

d. Jenis- jenis HIV

Diketahiui terdapat dua jenis virus HIV, yaitu HIV 1 dan HIV 2. HIV 1 sering ditemukan di Amerika Serikat, sedangkan HIV 2 ditemukan terutama di Afrika barat. ( Elizabeth J. Corwin : 169 )

HIV 1 adalah virus yang pertama diidentifikasi oleh Luc Montainer di institute Pasteur, Paris tahun 1983. HIV 2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika barat pada tahun 1986. (Nasronudin:1)

HIV 2 menyebabkan penyakit yang serupa dengan HIV 1, meskipun kurang agresi. ( B. K. Mandal : 199 )

HIV 2 memiliki 45 % sekuens yang homolog dengan HIV 1. Secara in vitro jenis ini tidak terlalu pathogen dan tingkat penularannya tampak lebih rendah. ( David rubenstein : 385 )

HIV 1 maupun HIV 2 mempunyai struktur yang hampir sama, HIV 1 mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai vpx, sedangkan sebaliknya HIV 2 mempunyai vpx tetapi tidak mempunya vpu . perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan dalam menentukan patogenesis dan perbedaan perjalanan penyakit diantara keduan tipe HIV tersebut. ( Aru W. Sudoyo : 272 )

e. Proses HIV menginfeksi tubuh

HIV/ AIDS dapat menyerang siapa saja tanpa melihat perbedaan umur, jenis kelamin, warna kulit, kaya miskin ataupun suku bangsa. ( Mundiharno : 9 )

Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 pada selubung HIV berikatan dengan resptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran sel target ( kebanyakan limfosit T- CD4 ). ( Nasronudin : 3 )

Sesudah terikat dengan membran sel limfosit T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double- stranded DNA ( DNA utas ganda ). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi parmanen. ( Suzanne C. smeltzer : 1715 )

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai partikel sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin ( TNF alfa atau interleukin 1 ). Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian akan dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel- sel CD4+ lainnya. ( Suzanne C. smeltzer : 1715 )

Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel- sel ini akan menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dan sistem imun dan dapat terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh. ( Suzanne C. smeltzer : 1715 )

Ketika berada di dalamnya, HIV tidak menghancurkan makrofag namun dapat bertahan di dalam sel tersebut selama bertahun- tahun, bereplikasi secara konstan dan bermutasi secara sering. ( Elizabeth J. Corwin : 170 )

HIV menghancurkan sel T helper ketika virus tersebut mengambil alih fungsi genetik sel dan mulai membentuk komponen virus baru dengan menggunakan enzim kedua yaitu protease. ( Elizabeth J. Corwin : 170 )

Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi yang lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. ( Suzanne C. smeltzer : 1715 )

Dalam respon imun, limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting, yaitu : mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibody, menstimulus limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasa tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabakan sakit yang serius. ( Suzanne C. smeltzer : 1716 )

Penyakit ini sangat berbahaya karena HIV menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga daya tahan atau kekebalan tubuh rusak dan tidak berfungsi lagi. Akibatnya, tubuh tidak dapat lagi melindungi serangan penyakit, seringan apapun. ( Mundiharno : 9 )

Secara perlahan tetapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut.

1) Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis makromolekul.

2) Syncytia formation yaitu terjadinya fusi antara membran sel yang terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi

3) Respon imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini bisa menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal disekitarnya

4) Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi.

5) Kematian sel yang terprogram ( apoptosis ). Pengikatan antara gp120 diregip V3 dengan reseptor CD4 limfosit merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis

6) Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas hsp70, sehingga fungsi sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi missfolding dan denaturasi protein, jejas dan kematian sel. ( Nasronudin : 20 )

Kehilangan limfosit T melalui tiga tahap selama beberapa bulan atau tahun :

1) Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800- 1300 sel/ ml darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 400 50 %. Selama bulan- bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat didalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak dapat meredam infeksi.

2) Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4 dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4 yang rendah membantu dokter dalam menentuka orang- orang yang beresiko tinggi menderita AIDS

3) 1- 2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4 biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/ml darah maka penderita menjadi rentang infeksi. ( ratna mahdiana : 200)

f. Diagnosis

Pemeriksaan adanya infeksi HIV baru ada dipasarkan pada tahun 1985 dengan pemeriksaan adanya antibodi terhadap HIV ( pertanda biologi ). ( BKKBN : 10 )

Diagnosis ditegakkan dengan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosa pasti ditegakkan dengan malakukan pemeriksaan laboratorium mulai dari uji penapisan dengan penentuan adanya antibody anti HIV kemudian dilakukan dengan uji pamastian dengan pemeriksaan yang lebih spesifik. ( Nasronudin : 27 )

Tes untuk mendeteksi HIV merupakan tes darah dengan menggunakan Elisa, latex agglutination dan western blot. Yang mampu menentukan antibodi terhdap HIV atau antigen HIV di dalam darah. ( Syaiful W. harahap : 30 )

Ada tiga jenis tes untuk memastikan adanya antibody terhadap HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzyme linked immunosorbent assay ( ELISA ) mengidentifikasikan antibodi yang secara spesifik ditujukan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak meneggakkan diagnosa penyakit AIDS tetapi lebih menuntukkan bahwa seseorang pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung antibody untuk HIV disebut sebagai orang yang seropositif. Pemeriksaan western blot assay merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibody HIV dan digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifiksi lewat prosedur ELISA. Indirect immunofluorescence assay ( IFA ) kini sedang digunakan oleh sebagian dokter sebagai pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositivitas. Tes lainnya yaitu, radioimunoprecipitation assay ( RIPA ) lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibodi. ( Suzanne C. smeltzer : 1724 )

Pelacakan HIV merupakan Penentuan langsung keberadaan dan aktivitas virus HIV, digunakan untuk melacak perjalanan penyakit tersebut disamping menilai responsnnya terhadap terapi. Pemeriksaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV 1. Polymerase chain reaction ( PCR ) untuk mendeteksi RNA virus HIV atau DNA provirus. Salah satu kekurangan pada pemeriksaan ini adalah bahwa hasil tes false- positif dapat terjadi jika reagen yang digunakan sudah terkontaminasi. Pemeriksaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( Viral burder ). Tes lainnya dapat dilakukan untuk memantau status imun atau perjalanan penyakit HIV, yaitu # sel- sel CD4, % sel- sel CD4, Rasio CD4: CD8, hitung sel darah putih, kadar immunoglobulin, tes fungsi sel CD4, reaksi sensitivitas. ( Suzanne C. smeltzer : 1725 )

g. Perjalanan HIV menjadi AIDS

Hasil tes antibodi HIV yang positif, menunjukkan seseorang terinfeksi HIV, tetapi bukan merupakan diagnose untuk AIDS sebab HIV ini tidak selalu menyebabkan AIDS. Apabila hasil uji darah bernilai positif, artinya orang itu telah terinfeksi atau tertular HIV. Sejak saat itu ia akan melewati hari- hari yang cukup menggelisahkan sampai akhirnya AIDS mulai menampakkan gejala dan pengaruhnya yang nyata, suatu vonis yang tidak bisa dihindari lagi. ( Azwirman, S.Si : 38 )

Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi hingga mencapai 109 sampai 1011 virus baru. ( nasronudin : 20 )

Ketika virus mulai menyerang sel T helper, kondisi akan memburuk biasanya selama 2- 5 tahun, jika tidak diobati individu akan didiagnosa mengidam AIDS bila jumlah sel T menurun kurang dari 200 sel/ µL atau ketika terjadi infeksi oportunistik, kanker atau demensi AIDS. ( Elizabeth J. corwin : 171 )

Perjalanan infeksi menurut B.K. mandal, yaitu :

1) Infeksi primer

(a). Infeksi ini biasanya simtomatik ( 70- 80 % ) dan terjadi 3- 12 minggu setelah pajanan

(b). Infeksi ini terjadi bersamaan dengan lonjakan kadar RNA HIV plasma hingga > 1 juta kopi/ ML ( puncak antara 4 dan 8 minggu ) dan penurungan hitungan CD4 hingga 300- 400 sel/ mm3 namun kadang- kadang dibawah 200 saat terdapat infeksi oportunistik

(c). Pemulihan simptomatik terjadi setelah 1- 2 minggu meskipun hitungan CD4 jarang kembali kenilai sebelumnya

(d). Timbulnya antibody anti HIV spesifik dalam serum ( serokonversi ) terjadi 3- 12 minggu setelahnya ( median 8 minggu ) meskipun serokonversi dapat terjadi setelah 3 bulan meskipun sangat jarang.

2) Fase asimtomatik

(a). Selama kurung waktu yang bervariasi, individu yang terinfeksi bisa tetap sehat tanpa bukti penyakit HIV kecuali untuk kemungkinan adanya limfadenopati generalisata persisten ( persistent generalized lymphadenopathy, PGL ; didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar pada dua atau lebih lokasi ekstrainguinal )

(b). Bergantung pada besarnya viral load, terdapat penurunan yang sebaliknya pada hitungan CD4, biasanya antara 50 dan 150 sel/ tahun.

3) Fase simtomatik

(a). Bukti klinis gangguan ringan sistem imun selanjutnya berkembang pada banyak pasien dan menggambarkan perpindahan dari orang yang secara klinis sehat menjadi sindrom yang terkait dengan AIDS.

(b). Kondisi- kondisi ini bukan penentu AIDS termasuk panurunan berat badan kronik, demam ataupun diare ( namun tidak memenuhi kriteria untuk AIDS ), kandidiasis oral atau vagina, oral hairy leucoplakia ( OHL ), infeksi herpes zoster rekuren, penyakit radang panggul berat, angiomatosis basiler, displasia servikal dan idiopathic thrombocytopenic purpura ( ITP ).

4) AIDS

(a). Penyakit tahap lanjut terdapat pada saat hitungan CD4 menurun hingga <>

(b). Penyakit yang sangat lanjut terkain dengan hitungan CD4 <>

Jumlah Normal sel CD4 dalm sirkulasi darah kita adalah sekitar 800 hingga 1200/mm3 darah. ( Dr.ronald hutapea SKM,Ph.D : 40 )

h. Manifestasi klinis

Kebanyakan orang yang sudah tertular HIV tidak bergejala disebut carrier HIV. Mereka tidak menunjukkan gejala apa- apa tetapi dapat menularkannya kepada orang lain, biasa tanpa mereka sadari sendiri. Sebagian orang menjadi carrier selama bertahun- tahun. Tetapi ada pula yang memperlihatkan serangkaian gejala- gejala yang dahulu disebut AIDS related complex atau ARC, yakni pembengkakan kelenjar getah bening yang menahun. Lelah, demam dan serangan diare serta merosotnya berat badan. Gejala- gejala ini belumlah menunjukkan gejala- gejala yang khas AIDS sepenuhnya, tetapi sudah menjadi pertanda bahwa kuman HIV telah mulai bereaksi dalam sistem imun tubuh. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 43- 44 )

Orang- orang yang menderita gejala- gejala ini tidak menyadari bahwa mereka sesungguhnya telah tertular kuman HIV. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 44 )

Gejala- gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang tertular HIV sesudah masa inkubasi yang biasa berlangsung antara 5- 7 tahun setelah terinfeksi. Selama masa inkubasi jumlah jumlah HIV dalam darah terus bertambah sedangkan jumlah sel T semakin berkurang. Kekebalan tubuhpun semakin rusak jika jumlah sel T kian sedikit. ( syaiful W. harahap : 28 )

Beberapa gejala yang dapat mengindikasikan seseorang terserang HIV/ AIDS menurut yayasan lembaga konsumen Indonesia ( YLKI, 1995 )

1) Rasa lelah yang berkepanjangan

2) Sering terserang demam dengan suhu lebih dari 38o C disertai keringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas

3) Berat badan menurun secara mencolok

4) Pembesaran kelenjar di leher, ketiak, lipatan paha tanpa sebab yang jelas

5) Bercak merah kebirua di kulit seperti terkena kanker kulit

6) Terus- menerus terkena diare tanpa alasan yang jelas

7) Ada bercak putih atau luka di mulut. ( Mundiharno : 9 )

AIDS sebagai wujud lumpuhnya kekebalan tubuh, akan tampak setelah HIV berkembangbiak selama bertahun- tahun. Dengan demikian seorang penderita AIDS akan kehilangan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit, secara perlahan seolah- olah tubuh dibiarkan terbuka terhadap pelbagai bentuk serangan yang pada keadaan normal tidak terlalu membahayakan. Gejala klinis infeksi HIV yang biasa terjadi adalah :

1) Pembesaran kelenjar limfe yang tidak dapat diterangkan selama lebih dari 3 bulan

2) Demam yang tidak jelas sebab muasababnya lebih dari 10 hari

3) Pengeluaran keringat yang berlebihan pada malam hari

4) Kelelahan atau rasa lemas yang berkepanjangan

5) Diare yang parah dan menetap

6) Kehilangan berat badan terlalu mencolok ( lebih dari 10 % )

7) Oral candidiasis

8) Batuk kering, flu, tenggorakan luka- luka, terdapat goresan- goresan selama beberapa minggu

9) Muncul bercak- bercak keungu- unguan atau tidak berwarna pada kulit atau selaput mukosa yang tidak menghilang dan secara perlahan ukurannya melebar

10) Mudah terjadi memar atau perdarahan yang aneh

11) Sakit kepala berkepanjangan

12) Pendarahan di mulut, hidung dan anus. ( Azwirman, S.Si : 39- 40 )

Beberapa infeksi oportunistik dan kanker yang merupakan cirri khas dari munculnya AIDS :

1) Thrush

Pertumbuhan berlebihan jamur candida di dalam mulut, vagina atau kerongkongan, biasanya merupakan infeksi yang pertama muncul.

2) Pneumonia pneumokistik

Pneumonia karena jamur pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang sering berulang pada penderita AIDS

3) Toksoplasmosis

Infeksi kronis oleh toxoplasma sering terjadi sejak masa kanak- kanak, tetapi gejala hanya timbul pada sekelompok kecil penderita AIDS.

4) Tuberkolosis

Tuberkolosis pada penderita infeksi HIV, lebih sering terjadi dan bersifat lebih mematikan.

5) Infeksi saluran pencernaan

Infeksi saluran pencernaan oleh parasit Cryptosporidium sering ditemukan pada penderita AIDS.

6) Leukoensefalopati multifocal progresif

Merupakan suatu infeksi virus di otak yang bisa mempengaruhi fungsi neurologis penderita

7) Infeksi oleh sitomegalovirus

Infeksi ulangan cenderung terjadi pada stadium lanjut dan seringkali menyerang retina mata, menyebabkan kebutaan

8) Sarcoma Kaposi

Adalah suatu tumor yang tidak nyeri, berwarna merah sampai ungu, berupa bercak- bercak yang menonjol di kulit

9) Kanker

Bisa juga terjadi kanker kelanjar getah benig ( limfoma ) yang mula- mula muncul di otak atau organ- organ dalam. Wanita Penderita AIDS cendrung terkena kanker serviks. Pria homoseksual juga mudah terkena kanker rectum. ( Ratna mahdiana : 2003- 204 )

i. Derajat berat infeksi HIV dan AIDS

Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui stadium klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan CD4 dari Centers for disease control ( CDC )

1) Stadium Klinis I

(a). Asimtomatis

(b). limfadenopati generalisata persisten

Penampilan/ aktivitas fisik skala I : asimtomatis, aktivits normal

2) Stadium klinis II

(a). Penurunan berat badan, tetapi <>

(b). Manifestasi mukokutaneus minor ( dermatitis seborhhoic, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mukosa oral berulang, cheilitis ngularis )

(c). Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

(d). Infeksi berulang pada saluran pernafasan atas ( misalnya sinusitis bakterial )

Dengan atau penampilan/ aktivitas fisik skala II : simptomatis, aktifitas Normal

3) Stadium klinis III

(a). Penurunan berat badan > 10 %

(b). Diare kronis dengan penyebab tidak jelas > 1 bulan

(c). Demam dengan sebab yang tidak jelas ( intermitten atau tetap ) > 1 bulan

(d). Kandidiasis oris

(e). Oral hairy leukoplakia ( OHL )

(f). TB pulmoner dalam satu tahun terakhir

(g). Infeksi bakterial berat ( missal pneumonia, piomiositis )

Dengan atau penampilan/ aktivitas fisik skala III : lemah berada ditempat tidur <>

4) Stadium Klinis IV

(a). HIV wasting syndrome, sesuai yang ditetapkan CDC

(b). PCP

(c). Ensefalitis toksoplasmosis

(d). Diare karena cryptosporidiosis > 1 bulan

(e). Cryptococcosis ekstrapulmoner

(f). Infeksi virus sitomegalo

(g). Infeksi herpes simpleks > 1 bulan

(h). Berbagai infeksi jamur berat ( histoplasma, coccidioidomycosis )

(i). Kandidiasis esophagus, trachea atau bronkus

(j). Mikobakterium atypical

(k). Salmonelosis non tifoid disertai setikemia

(l). TB ekstrapulmoner

(m). Limfoma maligna

(n). Sarkoma Kaposi

(o). Ensefalopati HIV

Dengan atau penampilan/ aktifitas fisik skala IV : sangat lemah, selalu berada ditempat tidur > 50 % perhari dalam bulan terakhir

Kategori klinis A

1). Infeksi HIV asimtomatis

2). Limfadenopathi generalisata yang menetap

3). Infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut

Kategori klinis B

Terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memnuhi paling kurang satu dari keadaan :

1). Angiomatosis

2). Kandidiasis, orofarengal

3). Kandidiasis, vulvovaginal

4). Dysplasia servikal

5). Demam 38,5OC atau diare > 1 bulan

6). Herpes zoster

7). ITP

8). Penyakit radang panggul

9). Nuropati perifer

Kategori C

1). Kandidiasis pada broncus, trachea dan paruu

2). Kandidiasis esophagus

3). Kanker leher rahim

4). Coccidioidomycosis yang menyebar atau di paru

5). Kriptokokosis ekstrapulmoner

6). Retinitis virus sitomegalo

7). Ensefalopati HIV

8). Herpes simpleks, ulkus kronis lebih 1 bulan

9). Histoplamosis sistemik atau ekstrapulmoner. ( nasronudin : 22- 23 )

j. Penularan virus HIV

AIDS tidak menular, yang menular adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. ( syaiful W. harahap : 21 )

HIV sebenarnya tidak mudah menular dibandingkan dengan misalnya virus influenza. Virus ini terdapat di dalam darah, air mani ( cemen ), air liur ( saliva ), air kemih, cairan vagina, dan air susu ibu yang terinfeksi HIV. Penelitian yang mendalam telah dilakukan, baik secara epidemiologi maupun laboratorium menunjukkan bahwa virus yang terdapat dalam darah, air mani, dan sekresi vagina merupakan hal penting dalam penularan HIV. ( Ditjen PPM & PLP depkes RI dalam Mundiharno : 10 )

HIV ditularkan lewat darah dan cairan seksual melalui hubungan seks, transfuse darah yang terinfeksi dan penggunaan semprit/ alat suntik serta peralatan medis yang tercemar. Adanya penyakit akibat hubungan seks lainnya dapat meningkatkan kemungkinan tertular HIV. ( Abby Ruddick : 1 )

Sudah terdapat bukti- bukti yang menunjukkan bahwa HIV dapat pula ditularkan melalui seks oral dengan kencan yang terinfeksi, baik pria maupun wanita. HIV dapat pula ditularkan dari ibu ke anaknya melalui transmisi perinatal. ( Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 57 )

Transmisi perinatal, wanita yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus kepada bayinya malalui tiga rute potensial : selama kehamilan, selama persalinan, dan pada saat menyusui. ( Shirley E. otto : 203 )

Pada cairan tubuh yang lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan. (syaiful W. harahap : 21 )

Penelitian terhadap kemungkinan terinfeksi melalui hubungan seksual membedakan antara jenis dan cara berhubungan seksual. Hubungan seksual bisa terjadi antara laki- laki dengan wanita ( hubungan heteroseksual ), antara laki- laki dengan laki- laki ( hubungan homoseksual ), dan antara wanita dengan wanita ( hubungan lesbian ). Cara berhubungan seksual adalah : kelamin dengan kelamin ( genitor- genital), kelamin dengan anus ( ano- genitas atau anal seks ), kelamin dengan mulut ( oro- genital atau oral seks ), mulut ke vagina (cunnilingus ) dan tangan dengan kelamin ( mano- genital ), kemungkinan tertular HIV ternyata cukup bebeda- beda tergantung jenis dan cara berhubungan. ( syaiful W. harahap : 24 )

HIV tidak ditularkan melalui kontak sosial biasa seperti berjabat tangan, berpelukan, berangkulan, menyumbangkan darah, bepergian dalam kendaraan, berenang dalam kolam renang, memakai alat makan dan minum secara bersama, toilet ( WC/ kakus ), telefon dengan yang pengidam HIV. HIV juga tidak ditularkan dengan keringat, tidak menular seperti penyakit menular lainnya. ( BKKBN : 25 )

Berikut ini adalah kelompok- kelompok dalam masyarakat yang selama ini paling banyak menjadi mangsa epide AIDS, termasuk pria Gay, penyuntik obat, kencan sek, penderita hemophilia dan anak- anak yang dilahirkan wanita tertular HIV. (Dr. Ronald hutapea SKM, Ph.D : 62 )

k. Pengobatan

Belum ada penyembuhan bagi AIDS, pengobatan hanya dapat secara dramatis memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita AIDS. ( Elizabeth J. corwin : 176 )

Peperangan yang tidak kunjung usai, dan satu- satunya peperangan yang bemakna bagi kemanusiaan adalah upaya mengidentifikasikan dan mengalahkan virus yang merusak kehidupan. Temuan teknologi yang paling bermakna bukan pesawat tempur, persenjataan atau bahkan bom nuklir atau semacamnya. Bukan pula chips computer canggih, mesin- mesin atau bahkan bangunan megah. Tetapi temuan teknologi untuk mengendalikan virus yang mengancam kehidupan makhluk hidup. ( syaiful W. harahap : xiv )

Penatalaksanaan penderita AIDS terdiri dari penatalaksanaan umum misalnya istrahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien, konseling dengan pendekatan psikologis dan psikososial. Dan penatalaksanaan khusus yaitu pemberian antiretroviral therapy ( ART ). ( nasronudin : 31 )

Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleg FDA untuk pengobatan infeksi HIV. Keempat preparat tersebut adalah zidovudin ( ZDV, dahulu disebut azidotimidin [ AZT ] atau retrovir ), dideoksinosis atau didanosin ( DDI [ videx ] ), dideoksisitidin ( ddc [ Hivid ] ) dan stavudin ( d4T, zerit ). Semua obat ini menghambat kerja enzim reverse transcriptase virus dan mencegah reproduksi virus HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel- partikel virus yang baru. ( Suzanne C. smeltzer : 1730 )

Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita yang dicurigai, tetapi perlu menempu langkah- langkah yang arif dan bijaksana, serta mempertimbagkan beberapa faktor. Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita dewasa menurut WHO ( 2006 ). ( nasronudin : 31- 32 )

Stadium klinis

Pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan

Pemeriksaan CD4 dapat dilakukan

I

ARV belum direkomendasikan

Terapi bila CD4 <>3

II

ARV belum direkomendasikan

Mulai Terapi bila CD4 <>3

III

Mulai terapi ARV

Pertimbangan terapi bila CD4 <>3 dan mulai ARV sebelum <>3

IV

Mulai terapi ARV

Terapi tanpa mempertimbangkan jumlah CD4

Hasil upaya para saintis yang berusaha tidak kenal lelah untuk mengidentifikasi dan menanggulangi virus ini, ditunggu dengan harap cemas. Tetapi sebenarnya harapan semacam ini bukan hanya menyangkut penanggulangan HIV dan sindromanya. Setiap fakta klinis tentang keberhasilan ilmu pengobatan melalui berbagai kajian tentulah akan menjadi penghibur bagi yang menderita, dan melegakan bagi siapapun yang menghargai kehidupan. ( syaiful W. harahap : xiv )

Kita selalu optimis dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak virus yang telah tertanggulangi selama ini. Teknologi pengobatan, kedokteran dan farmasi, menentukan cara untuk menaggulangi berbagai virus yang berbahaya.Namun kita tetap menghadapi misteri alam. Gen, sel dan virus, tetap menjadi fenomena yang akan dikaji tanpa henti, sebagaimana manusia tetap berusaha mengenali elan vital ( dorongan kehidupan ) manusia. ( syaiful W. harahap : xiv )

2. Tinjauan Umum pengetahuan pencegahan HIV/AIDS

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. ( Soekidjo notoatmodjo : 17 )

Selanjutnya menurut Notoatmdjo (1995), pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, dan menyatakan.

b. Memahami ( Comprehension )

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat mengjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang di pelajari.

c. Aplikasi ( Application )

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya, aplikasi disiasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip dalam konteks atau situasi lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip sekitar pemecahan masalah didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis ( Analysis )

Adalah suatu kemampuan untuk menjabat materi atau suatu obyek dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, menggelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis ( Synthesis )

Sintesis menunjukkan kapada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan dan sebgainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilkaian itu berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakaan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pencegahan menurut kamus bahasa Indonesia berarti menahan, menolak dan melarang. ( wahyu baskoro : 165 )

Secara umum pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkah- langkah untuk pencegahan, haruslah didasarkan pada data/ keterangan yang bersumber dari hasil analisis. ( Nur nasry noor : 82 )

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni : pencegahan tingkat pertama ( primary prevention ) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus dengan sasaran ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta faktor pejamu, pencegahan kedua ( secondary prevention ) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan sasaran ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita ( suspek ) atau yang terancam akan menderita ( masa tunas ), pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention ) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi yang sasarannya ditujukan kepada penderita dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan parmanen, mencegah bertambah parahnya penyakit. ( Nur nasry noor : 82- 84 )

Pencegahan penularan, tentu saja setiap makhluk akan berusaha menjaga agar kehidupannya tidak terganggu, bahkan sedapat mungkin menunda kematian, upaya itu mulai dari tindakan yang bersifat alamiah dan instingtif, maupun dengan upaya berdasarkan pangetahuan ilmiah. Kapan pun, sejak disadarinya keberadaan virus dengan segala cara manusia melindungi darinya dari ancamannya yang membahayakan kehidupan. ( syaiful W. harahap : xiv )

Sebelum ditemukan vaksin yang efektif, pencegahan penularan HIV dengan cara menghilangkan atau mengurangi perilaku beresiko merupakan tindakan yang sangat penting. ( Suzanne C. smeltzer : 1717 )

Peningkatan angka HIV terus terjadi, kalau hal ini dibiarkan dan upaya penggulangan HIV/ AIDS kurang sukses tentu saja akan menjadi bom waktu yang hanya menunggu waktu peledakannya saja. ( Azwirman, S.Si : 17 )

Cara pencegahan yang dilakukan yaitu : pencegahan penularan cara seksual, pencegahan penularan melalui darah, dan universal precaution. ( BKKBN : 23 )

Pencegahan penularan cara seksual, ada lima hal yang bisa diterapkan yaitu A, B, C, D, E

a. A : Abstinence

1). Tidak melakukan seks bebas, baik dengan pengidam HIV atau yang beresiko tinggi terinfeksi virus HIV misalnya pengguna narkoba.

2). Tidak melakukan seks pranikah.

b. B : Be faithful

Setia pada satu pasangan atau tidak gonta- ganti pasangan

c. C : Condom

Gunakan kondom sebagai pengaman saat berhubungan seksual. Akan tetapi ingat, jangan melakukan seksual diluar nikah

d. D : Don’t inject

1). Menghindari penggunaan jarum yang tidak steril dan berganti- ganti dengan jarum yang sama dalam bentuk apa pun

2). Menggunakan jarum suntik sekali pakai

3). Menghindari penggunaan jarum suntik bersama pengguna narkoba

4). Jika melakukan transfusi darah, pastikan darah sudah dites dan bebas dari virus HIV ( dan virus- virus lainnya )

e. E : Education

1). penyuluhan

2). Bimbingan dari orang tua, keluarga, guru atau pihak terkait. ( Nadine suryoprajogo : 89- 90 )

Bagi kepentingan kesehatan masyarakat, CDC dan ikatan dokter di amerika serikat telah mempublikasikan beberapa rekomendasi untuk mencegah penularan HIV. (Suzanne C. smeltzer : 1717 )

Pedoman tindakan pencegahan penjagaan universal untuk mencegah HIV ( universal precaution )

a. Perhatikan benda- benda tajam ( misalnya jarum suntik, mata pisau bedah )

b. Tempatkan spuid dan jarum disposable, skapel dan benda- benda tajam lainnya yang sudah tidak terpakai dalam wadah antitembus yang diletakkan didekat tempat benda- benda tadi digunakan

c. Kenakan alat pelindung ( sarung tangan, gaun bedah, masker atau kacamata pelindung ) untuk menjaga agar tidak terkena darah, cairan tubuh yang mengandung darah dan cairan lain yang termasuk dalam aplikasi tindak penjagaan yang universal.

d. Basuh dengan segera dan seksama kedua belah tangan serta permukaan kulit lainnya yang terkontaminasi darah, cairan tubuh yang mengandung darah dan cairan lainnya yang termasuk dalam aplikasi tindak penjagaan yang universal.

e. Sedapat mungkin meminimalkan kebutuhan untuk melakukan resusutasi mulut ke mulut dengan cara menyediakan alat resusitasi yang dilengkapi bagian mulut, kantung ( bag ) resusitasi atau alat ventilasi lainnya

f. Pada saat hamil, laksanakan dan pertahankan tindakan pencagaan yang cermat dan benar.

g. Di lingkungan rumah, buang dan siramlah darah serta cairan tubuh kedalam kloset

h. Bungkus barang- barang yang terkontaminasi yang tidak dapat dibuang ke dalam kloset dengan menggunakan kantung plastik

i. Bersihkan setiap ceceran darah atau cairan tubuh lainnya dengan sabun dan air atau dengan laruta diterjen. ( Suzanne C. smeltzer : 1717 )

B. Kerangka Konsep Penelitian

1. Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan member landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya. ( A. Aziz alimun hidayat : 12 )

Pengetahuan siswa tentang pencegahan HIV/ AIDS

Bagan kerangka konsep

Pengetahuan siswa cukup

Pengetahuan siswa kurang


Keterangan :


= Diteliti

2. Defenisi operasional

Definisi operasional adalah Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang dapat diamati (diukur) untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat terhadap situasi obyek yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam & Pariani, 2001)

Pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS adalah hasil dari tahu yang dilakukan seseorang dari hasil penginderaan tentang tindakan terlebih dahulu agar penyakit AIDS akibat infeksi HIV tidak terjadi. Pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semua hal yang diketahui oleh siswa mengenai pencegahan HIV/ AIDS yang dinilai melalui kuisioner, dengan kriteris objektif :

- Pengetahuan Siswa dikategorikan cukup jika dapat menjawab pertanyaan kuisioner ≥ 70 % dari jumlah soal atau 21 sampai 30 soal.

- Pengetahuan Siswa dikategorikan kurang jika dapat menjawab pertanyaan kuisioner ≤ 70 % dari jumlah soal atau 0 sampai 21 soal.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan/ desain penelitian

Desain penelitian adalah merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian ( A. Aziz alimul: 25 )

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian “ deskriptif ” jenis “ Survey ”, dimana metode penilitian deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Dalam hal ini adalah gambaran tentang pengetahuan siswa SMA terhadap pencegahan HIV. Dan survey bertujuan untuk membuat suatu penilaian terhadap suatu kondisi

B. Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep dan dilaksanakan 1 Juli hingga 04 Juli 2010.

C. Populasi dan teknik sampel

1. Populasi

Keseluruhan objek penelitian dan objek yang diteliti adalah populasi. ( Dr. soekidjo notoatmodjo : 79 )

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa SMA Negeri 1 Bungoro kelas X dan XI sebanyak 599 orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. ( Aziz alimul : 32 )

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah “ nonprobability ” jenis “ Accidental sampling ” yaitu Pengembilan sampel nonprobability tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi, jenis Accidental dilakukan dengan mengambilkan responden yang kebetulan ada atau tersedia.

Untuk menentukan besar sampel maka digunakan rumus slovin, yaitu sebabgai berikut

= 240 sampel

Jadi dari banyaknya N maka n adalah 240 sampel

keterangan:

1. n = jumlah sampel

2. N = jumlah populasi

3. d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan (0,05)

D. Instrumen pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan lembar kuisioner. Lembar kuisioner terdiri atas pertanyaan yang dibuat dengan merujuk pada kepustakaan, jenis pertanyaan pada kuisioner adalah “ pertanyaan- pertanyaan informasi ” dengan bentuk pertanyaan tertutup “ Closed ended ” variasi “ dichotomous choise ” yaitu bentuk pertanyaan yang hanya menyediakan dua jwaban/ alternatif yaitu benar atau salah, kemudian diberikan kepada sampel yang telah ditentukan sebelumnya untuk kemudian dikerjakan sebagaimana instruksi yang dituliskan ditiap lembar kuisioner untuk mendapatkan jawaban mengenai pengetahuan siswa terhadap pencegahan HIV/ AIDS. Pertanyaan pada kuisioner berjumlah 30 nomor.

E. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan di SMA negeri 1 bungoro kabupaten pangkep, dengan prosedur sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi tempat penelitian dengan populasi target

2. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian dari institusi ke kepala sekolah SMA negeri 1 bungoro kabupaten pangkep

3. Setelah mendapat persetujuan, peneliti memastikan kesiapannya untuk melakukan penelitian dengan tersedianya kuisioner sesuai dengan jumlah sampel dan kesiapan sampel.

4. Sebelum membagikan kuisioner kepada sampel terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan mengenai kuisioner dan pemanfaatannya.

5. Setelah pengisian kuisoner selesai maka kuisioner segera dikumpul kembali

F. Pengolahan data

Pengolahan data penelitian dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Melakukan pengecekan kelengkapan data diantaranya kelengkapan identitas sampel, kelengkapan lembar kuesioner dan kelengkapan data- data lainnya yang dibutuhkan apabila terdapat ketidak sesuaian dapat dilengkapi dengan segera.

2. Penyusunan data

3. Kalsifikasi

Kegiatan untuk mengelompokkan data yang telah diperoleh

G. Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah teknik analisa kualitatif. Dalam teknik ini digunakan proses berfikir induktif, artinya dalam pengujian hipotesis bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Juga dengan menggunakan SPSS.

H. Etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada kepala sekolah SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep. Setelah mendapatkan persetujuan peneliti mulai melakukan penelitian dengan mendapatkan masalah etika mulai melakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi :

1. Kesediaan menjadi sampel

Sebelum lembar kuisioner diberikan pada orang yang menjadi sampel, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan yaitu pengumpulan data. Setelah diberikan penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada sampel. Jika sampel bersedia diteliti barulah pengisian kuisioner dimulai

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan sampel peneliti, sampel peneliti hanya mencantumkan namanya inisial pada lembar pengumpulan data ( Kuisioner )

3. Confidentiality (kerahasiaan)

confidentiality ( kerahasiaan) informasi responden dijamin peneliti hanya data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep pada hari selasa, tanggal 01 Juni 2010 hingga hari Jum’at, 04 Juni 2010. Responden yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep Kelas X dan XI. n

Tabel 1 Karakteristik Responden Yaitu siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep

No

Karakteristik

Jumlah

Persentase

1

2

Jenis Kelamin

a. Laki- laki

b. Perempuan

Umur

a. 15 Tahun

b. 16 Tahun

c. 17 Tahun

d. 18 Tahun

89 Orang

151 Orang

40 Orang

110 Orang

81 Orang

9 Orang

37 %

63 %

16 %

46 %

34 %

4 %


Jumlah

240 Orang

100 %

Sumber : Data primer 2010

Tabel 1 menggambarkan hasil mengenai karakteristik responden dalam hal ini adalah siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep dengan total responden adalah 240 Orang. Dari 240 orang responden terdiri dari 89 Orang yang berjenis kelamin laki- laki dan 151 orang yang berjenis kelamin perempuan.

Sedangkan ditinjau dari karakteristik umur, umur responden bervariasi antara 15 tahun, 16 Tahun, 17 tahun dan 18 Tahun. Umur tersebut didapatkan berdasarkan biodata responden dari lembar kuisioner. Dari table 1 diperoleh data bahwa responden yang berumur 15 Tahun adalah sebanyak 40 Orang dari 240 orang responden atau sebesar 16 Persen. Sedangkan responden yang berumur 16 tahun sebanyak 110 orang atau dengan persentase sebanyak 46 Persen, responden yang berumur 17 tahun adalah sebanyak 81 orang atau dengan persentase 34 persen. Dan yang berumur 18 Tahun sebanyak 9 orang.

Tabel 2. Klasifikasi respon mengenai pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS.

Klasifikasi

Frekuensi

Persen

Pengetahuan Cukup

114 Orang

47.5 %

Pengetahuan Kurang

126 Orang

52.5 %

Total

240 Orang

100 %

Sumber : Data Primer 2010

Tabel 2 menggambarkan klasifikasi responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS dan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan HIV/ AIDS, dimana dari tabel diatas tergambar bahwa kelompok responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS adalah sebanyak 114 orang dari total 240 responden dengan persentase sebesar 47.5 % sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan HIV/ AIDS adalah sebanyak 126 orang atau sebesar 52.5 %.

Tabel 3. Klasifikasi Pengetahuan Pencegahan HIV/ AIDS menurut Jenis Kelamin.

Klasifikasi

Jumlah

Total responden

Cukup

1. Laki- laki : 34 Orang

2. Perempuan : 80 Orang

Laki- laki : 89 Orang

Kurang

1. Laki- laki : 55 Orang

2. Perempuan :71 Orang

Perempuan : 151 Orang

Sumber : Data Primer 2010

Tabel 3 memberikan gambaran tentang pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS berdasarkan jenis kelamin. Table 3 memberikan gambaran bahwa dari total 89 orang responden yang berjenis kelamin laki- laki, 34 Orang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS sedangkan 55 orang lagi kurang memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS.

Sedangkan untuk responden yang berjenis kelamin perempuan dengan total repsonden sebanyak 151 Orang, 80 Orang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS dan 71 Orang lagi kurang memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS.

Tabel 4. Klasifikasi Pengetahuan Pencegahan HIV/ AIDS berdasarkan Umur.

Klasifikasi

Umur

Total

Cukup

1. 15 Tahun : 14 Orang

2. 16 Tahun : 42 Orang

3. 17 Tahun : 52 Orang

4. 18 Tahun : 6 Orang

114 Orang

Kurang

1. 15 Tahun : 26 Orang

2. 16 Tahun : 68 Orang

3. 17 Tahun : 29 Orang

4. 18 Tahun : 3 Orang

126 Orang

Sumber : Data Primer 2010

Dari table 4 diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS ditinjau dari umur, terbanyak adalah responden yang berumur 17 Tahun dengan jumlah 52 Orang, kemudian 16 Tahun dengan jumlah 42 Orang, 15 Tahun sebanyak 14 Orang dan umur 18 Tahun sebanyak 6 Orang.

Sedangkan responden yang kurang memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS tertinggi pada umur 16 Tahun yaitu sebanyak 68 Orang, kemudian umur 17 Tahun yaitu sebanyak 29 Orang, umur 15 Tahun sebanyak 26 Orang dan umur 18 Tahun sebanyak 3 Orang.

B. Pembahasan

Pengetahuan sebagai hasil pengalaman inderawi yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya tergambar dari bervariasinya jawaban dari tiap responden walaupun hasil akhir dari perhitungan jawaban benar beberapa responden menunjukkan angka sama. Kesamaan angka atau jumlah jawaban yang benar dari semua responden menjadi alasan yang tepat untuk menentukan frekuensi jawaban benar dari semua responden sebagaimana yang terlihat pada tabel 1 yaitu tabel frekuansi jawaban benar semua responden

Dari table 1 tersebut dapat diperoleh hasil bahwa dari total 240 responden yang diberikan kuisioner 89 orang diantaranya berjenis kelamin laki- laki dengan persentase 37 persen dan 151 orang lainnya berjenis kelamin perempuan dengan persentase 63 persen. Hal ini disebabkan karena dalam tiap kelas lebih didominasi oleh siswa berjenis kelamin perempuan, selain itu pada saat kuisioner diberikan sebagian siswa laki- laki sedang tidak berada di kelas sehingga persentase atau jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki- laki

Dari karakteristik umur responden kebanyakan siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep yang menjadi responden berumur 16 Tahun yaitu dengan persentase 46 persen atau sebanyak 110 orang responden yang berumur 16 tahun, sedangkan responden yang berumur 17 tahun menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda dengan responden yang berumur 16 tahun yaitu sebanyak 81 orang responden dari total 240 responden atau dengan persentase 34 persen.

Selain responden yang berumur 16 dan 17 tahun, terdapat juga responden yang berumur 15 dan 18 tahun meskipun jumlahnya tidak sebanyak jumlah responden yang berumur 16 dan 17 Tahun. Responden yang berumur 15 tahun adalah sebanyak 40 orang responden dari total 240 responden atau dengan persentase 16 persen, angka ini lebih rendah dibandingkan responden yang berumur 16 dan 17 tahun. Ada juga beberapa responden yang berumur 18 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau dengan persentase 4 persen.

Tabel 2 mengambarkan mengenai klasifikasi responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS dan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan HIV/ AIDS. Dimana dari tabel 2 diperoleh data bahwa dari total 240 orang responden terdapat 114 orang responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS atau sebanyak 47.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 114 orang berhasil menjawab soal pada kusisoner dengan benar dalam jumlah yang banyak yaitu minimal 21 soal.

Hal tersebut disebabkan karena respoden memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS yang didapatkannya melalui memanfaatkan sarana yang tersedia disekolah misalnya membaca buku yang tersedia diperpustakaan ataupun mendengarkan informasi dari media elektronik dan media lainnya tentang pencegahan HIV/ AIDS yang diperolehnya diluar sekolah, dengan kata lain bahwa sebanyak 114 orang responden yang dapat memaksimalkan sarana pencarian pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS yang terdapat disekolah maupun diluar sekolah

Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan HIV/ AIDS adalah sebanyak 126 orang responden atau dengan persentase 52.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 126 orang responden yang hanya dapat menjawab soal kuisioner dengan benar dibawah 21 soal. Kemampuan menjawab soal dengan benar menjadi indikator pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS pada siswa SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep. dimana kemampuan tersebut didapatkan dari pencarian ilmu dan pengetahuan, baik didalam sekolah dengan memanfaatkan saran dan prasarana yang disediakan oleh sekolah maupun diluar sekolah dengan memanfaatkan berbagai macam media untuk mendapatkan pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS. dengan kata lain bahwa sebanyak 114 orang responden yang belum dapat memaksimalkan sarana pencarian pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS yang terdapat disekolah maupun diluar sekolah

Sebagaimana yang terlihat pada tabel 3 tentang kalsifikasi responden berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 114 orang responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pencegahan HIV/ AIDS, 80 Orang diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 34 Orang lagi berjenis kelamin laki- laki. Sedangkan responden yang kurang memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS dari total 126 Orang, 71 diantaranya berjenis kelamin perempuan dan 55 orang lagi berjenis kelamin laki- laki.

Dari hasil tersebut, perempuan lebih banyak memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS dibandingkan dengan laki- laki. Ada beberapa faktor yag menjadi penyebabnya, berdasarkan hasil observasi peneliti selama penelitian responden laki- laki lebih banyak menghabiskan waktu luangnya diluar kelas dengan bermain dan berjalan- jalan menyusuri kelas- kelas dibandingkan perempuan yang lebih banyak berdiam dikelas. Selain itu perempuan lebih aktif belajar dengan metode membaca dan diskusi dibandingkan dengan laki- laki yang lebih cenderung untuk berkumpul untuk bermain atau bercanda dengan teman, bahkan ada juga beberapa respon yang hanya duduk tertegun ketika ada waktu luang.

Proses belajar dan memanfaatkan waktu untuk mencari ilmu yang berbeda, meskipun ada juga beberapa responden yang tidak demikian menyebabkan responden berbeda ketika diberikan kesempatan untuk menjawab soal pada kuisioner yang terbukti melalui jawaban yang diberikan oleh responden.

Pada tabel 4 ditinjau dari segi umur, diperoleh hasil bahwa dari total 114 responden yang memiliki cukup pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS, tertinggi pada umur 17 Tahun, dimana pada usia tersebut responden telah masuk pada kelas XI dengan berbagai jurusan, kemudian menyusul umur 16 Tahun yaitu sebanyak 42 Orang, dimana pada umur tersebut bervariasi antara kelas X dan XI, selanjutnya pada umur 15 Tahun sebanyak 14 Orang, pada usia tersbut responden masih duduk pada kelas X, terakhir adalah umur 18 Tahun yang duduk pada kelas XI sebanyak 6 Orang. Data ini menunjukkan bahwa tingkatan umur juga berpengaruh terhadap pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS yang terbukti melalui jawaban yang responden diberikan pada kuisioner. Pada usia 18 Tahun hanya 6 Orang disebabkan Karena jumlah responden yang berumur 18 Tahun sangat sedikit dibandingkan dengan umur yang lainnya.

Sedangkan responden yang kurang memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS tertinggi terjadi pada umur 16 Tahun, yaitu sebanyak 68 Orang, dimana pada usia tersebut responden duduk pada kelas X dan sebagian lagi kelas XI, selanjutnya adalah umur 17 Tahun yang duduk pada kelas XI yaitu sebanyak 29 Orang, umur 15 Tahun, dimana responden tersebut masih kelas X yaitu sebanyak 26 Orang dan umur 18 Tahun sebanyak 3 Orang. Sebagaimana yang telah dijelas diatas bahwa umur turut berpengaruh terhadap pengetahuan pencagahan HIV/ AIDS, hal ini terbukti pada umur 16 Tahun sebanyak 68 Orang. Umur mempengaruhi pengetahuan secara tidak langsung, dimana umur menjadi tolak hitung lamanya seseorang hidup dibumi ini, selama hadiup tersebutlah seseorang mencari ilmu dengan memanfaatkan segala sarana dan prasara yang ada. Proses yang lama dan tekun akan menghasilkan banyak juga pengetahuan, hal inilah yang terlihat pada tabel 4. Meskipun hal tersebut bukanlah hukum pasti, namun pada penelitian ini hal tersebut sesuai.

.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kesimpulan merupakan bagian akhir dari sebuah proses yang panjang, dimana pada kesimpulan tersirat sebuah penekanan dengan mengerucutkan sebuah proses panjang hingga tercipta sebuah pemahaman yang akan dipersepsikan berbeda oleh setiap insan yang berupaya memahaminya.

Hasil penelitian study pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS pada siswa SMA Negeri 1 Bungoro kabupaten Pangkep diperoleh hasil bahwa dari total respon yang digunakan lebih banyak responden yang kurang memiliki pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS.

B. Saran

Sebagaimana tujuan penelitian bahwa untuk mendapatkan gambaran mengenai pengetahuan pencegahan HIV/ AIDS pada siswa SMA Negeri 1 Bungoro kabupaten Pangkep, gambaran tersebut akan menjadi landasan untuk menentukan keputusan.

Kesimpulan yang menunjukkan bahwa responden yang cukup memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS lebih rendah dari pada responden yang kurang memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS menjadi satu hal yang tidak dapat diabaikan akan tetapi menjadi satu faktor untuk menentukan keputusan dalam rangka upaya perbaikan.

Memaksimalkan sarana dan prasarana pendidikan misalnya memperbanyak sumber bacaan mengenai HIV/ AIDS, menyediakan wadah bagi siswa yang ingin berdiskusi mengenai HIV/ AIDS dalam rangka meningkatkan pengetahuan HIV/ AIDS terutama dalam wilayah pencegahan serta meningkatkan motivasi untuk belajar adalah solusi untuk mendapatkan pengetahuan demi peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama pada generasi muda sebagai generasi pelanjut dengan tanggung jawab yang lebih berat seiring pergerakan zaman dan waktu seiring terus berdinamikanya pola berfikir manusia mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin kompleks dalam pergelutan dengan tantangan.

Meskipun berbagai sarana telah tersedia jika tidak ada kesadaran untuk memanfaatkannya tidak akan berhasil meningkatkan sumber daya manusia, olehnya itu peningkatan motivasi belajar dalam rangka mencari ilmu dan pengetahuan juga harus dilakukan sebagai salah satu alternative pemecahan masalah dari banyaknya responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan HIV/ AIDS.



DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan

Arti dan Keterangan

HIV

AIDS

UNAIDS

CDC

VCT

KPA

SMA

PGL

LAV

NIH

HTLV

ARV

WHO

RNA

DNA

kb

gp

ELISA

IFA

RIPA

PCR

CD4

ITP

ART

ZDV

DDI

ARV

%

N

N

D

SPSS

Human Immunodeficiency Virus acquired Immune Deficiency Syndrome

Unit Nasional AIDS

center for disease control Glomerulus

Voluntary counseling and testing

Komisi Penanggulangan AIDS

Sekolah Menengah Atas

persistent generalized lymphadenopathy

lymphadenopathy Associated Virus National Institute of healt

Human T- cell Lymphotropic Virus type III AIDS related virus

World Healt Organization

Ribonucleic Acid

Deoxyribonucleic Acid

Kilobases

Glycoprotein

enzyme linked immunosorbent assay

Indirect immunofluorescence assay

radioimunoprecipitation assay

Polymerase chain reaction

Cluster of Differentiation 4

idiopathic thrombocytopenic purpura

antiretroviral therapy

zidovudin

dideoksinosis

Anti retroviral

Lebih dari atau sama dengan

Kurang dari atau sama dengan

Persen

Jumlah populasi

Jumlah sample

Derajat ketepatan

statistical product and service solution


Semoga bermafaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar